NAIK BECAK KELILING
YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Jogja memang menjadi salah
satu kota favorit untuk wisata, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara.
Budayanya yang begitu kental menjadikan kota ini memiliki daya tarik tersendiri.
Tidak hanya budayanya saja yang menjadi daya tarik Jogja, wisata alam hingga
wisata sejarah banyak ditemui di ‘Kota Gudeg’ ini.
Saat itu saya pergi ke Jogja naik
kereta api Lodaya Pagi dari Bandung. Kurang lebih 8 jam waktu yang dihabiskan
di dalam kereta. Namun suasana yang nyaman serta pemandangan indah menemani di
sepanjang jalan membuat waktu tidak terasa. Akhirnya saya tiba di Stasiun Tugu
Jogja menjelang sore. Tujuan pertama adalah Tugu Jogja yang letaknya tidak
terlalu jauh dari stasiun.
TUGU JOGJA
Saya berjalan menyusuri Jalan
Mangkubumi sekitar 20 menit untuk sampai di landmark
Kota Jogja yang paling terkenal. Tugu ini tepatnya berada di tengah perempatan
Jalan Mangkubumi, Jalan Jend. Soedirman, Jalan A M Sangaji, dan
Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang usianya hampir 3 abad ini menyimpan banyak
sejarah dan memendam makna filosofis akan semangat perlawanan atas penjajahan.
Tugu Jogja ini bisa dibilang ikonnya
kota Yogyakarta, saking identiknya banyak mahasiswa perantau yang memeluk dan
mencium bangunan ini setelah dinyatakan lulus. Setelah cukup puas memandangi landmark kota ini, saya mencoba naik
Trans Yogyakarta menuju kawasan Malioboro, tempat saya menginap.
BECAK
Keesokan harinya saya mulai
menjelajahi Kota Gudeg mulai dari jam 8. Ada dua transportasi yang harus
dicoba, becak dan andong. Kedua alat transportasi tradisional ini berjajar di
sepanjang Jalan Malioboro. Becak menjadi pilihan saya untuk tur di kota yang
sarat akan budaya ini. Tarif yang ditawarkan berkisar 20-30 ribu, tergantung berapa banyak
tempat yang akan didatangi.
Pengayuh becak membawa saya ke Jalan
Kadipaten, tempat penjual batik yang legendaris, Batik Tirto Noto. Di
seberangnya ada rumah abdi dalem yang
juga sudah menjadi salah satu tempat wisata budaya. Di tempat ini kesan tradisional
begitu kentara, mulai bentuk bangunan, perabotan, hingga gamelan Jawa. Selain itu disini juga sering diadakan pertunjukkan seni.
TAMAN SARI
Selanjutnya becak membawa saya ke
batik painting Suhardi yang berada di
Taman Sari. Karya-karyanya banyak memiliki makna dan mitos. Suhardi
mengatakan bahwa karyanya yang paling dicari adalah lukisan kereta kencana yang
dipercaya bisa membawa keberuntungan.
Kemudian saya diajak berjalan menuju
Istana Air yang letaknya cukup dekat. Tempat ini lokasinya masih di dalam
lingkungan Keraton Ngayogyakarta. Pengaruh Hindu, Budha, Jawa, Islam dan gaya
Eropa terlihat di sebagian besar bagunan ini, termasuk pada gerbang masuk utamanya.
Gapuranya bergaya asli Jawa dengan stilasi sulur-sulur tanaman, burung, ekor
dan sayap burung garuda.
Airnya begitu jernih ditambah
tembok-tembok kecoklatan mengelilinginya. Ada tiga buah kolam yang terlihat
disini, yaitu Umbul Kawitan (kolam untuk putra putri raja), Umbul Pamuncar
(kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk raja).
KERATON
Setelah melihat-lihat Istana Air
Taman Sari, saya kembali naik becak menuju Keraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat atau lebih dikenal dengan Keraton Yogyakarta yang lokasinya tidak
jauh. Tentunya ini adalah tempat yang paling wajib dikunjungi disini. Bisa
dibilang, keraton ini adalah museum hidup kebudayaan Jawa dan sekaligus tempat
tinggal Raja Jogja. Saat memasukinya, saya kagum karena ditengah perkembangan
zaman, budaya Jawa tetap dilestarikan dan hasilnya menjadi daya tarik wisatawan
asing dan lokal.
Halamannya pun sangat luas dengan
banyak ruangan yang bisa dimasuki. Peralatan gamelan khas Jawa berada di awal kunjungan ke keraton. Aktivitas
para abdi dalem yang sedang melakukan tugasnya bisa dilihat disini
selain koleksi barang-barang keraton mulai dari lukisan, keramik, senjata, pakaian,
hingga replika. Bisa habis
seharian untuk bisa mengelilingi kawasan keraton ini. Namun saya hanya menghabiskan
sekitar 2 jam saja karena masih banyak tempat yang ingin didatangi.
GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA
Di ujung selatan Jalan Ahmad Yani
yang juga masih termasuk kawasan Malioboro terdapat Gedung Agung Yogyakarta
atau istana kepresidenan Yogyakarta. Disinilah perjalanan saya naik becak
berakhir. Bangunan yang awalnya merupakan rumah kediaman resmi residen ke-18 di
Yogyakarta ini merupakan salah satu wisata sejarah di Kota Gudeg. Gedung ini
memiliki sejarah penting karena pernah menjadi pusat pemerintahan saat menjadi Ibukota Republik
Indonesia. Selain itu, pelantikan
Jendreral Soedirman selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia juga
dilakukan di gedung ini.
Setelah melihat istana kepresidenan,
saya menyebrang menuju Museum Benteng Vredeburg. Benteng yang dibangun pada
1765 oleh Pemerintah Belanda ini digunakan untuk menahan serangan dari Keraton
Yogyakarta. Benteng segi empat dengan menara pengawas di keempat sudutnya ini
juga dikelilingi oleh parit.
Tidak terasa waktu telah lewat dari
jam makan siang dan saya pun mencoba tahu penyet di Kedai Angkringan Margomulyo.
Tempat dengan nuansa tempo dulu ini berada di seberang Pasar Beringharjo, yang
juga berdekatan dengan Gedung Agung Yogyakarta.
MALIOBORO
Selanjutnya saya berjalan kaki
menyusuri Jalan Malioboro yang dalam bahasa Sansekerta berarti karangan bunga.
Di sepanjang jalan ini berjajar penjual cenderamata muali dari batik,
aksesoris, miniatur kendaraan, hingga lukisan. Saya ikut berdesak-desakan dengan
ribuan orang baik itu wisatawan lokal maupun asing. Bisa dibilang disinilah
denyut nadi perdagangan dan pusat belanja Yogyakarta.
Berjalan-jalan di sepanjang Jalan
Malioboro memang membuat waktu tidak terasa, hari pun semakin gelap dan saya
masih menikmati suasana disini. Anak-anak muda Kota Gudeg yang tergabung dalam sebuah grup
melengkapi malam dengan iringan lagu-lagu daerahnya beserta alat musik
tradisional. Orang-orang yang berbelanja pun tak ada habisnya, jalanan ini
benar-benar dipadati pengunjung.
Saat malam tiba, kedai-kedai tenda
lesehan mulai memadati satu sisi Jalan Malioboro. Saya pun menikmati makan
malam di salah satu lesehan tersebut. Menunya tentunya gudeg, karena tidak
lengkap ke Yogyakarta kalau tidak mencicipi gudeg.
Setelah mengisi perut, saya kembali
berjalan menuju ujung utara Jalan Malioboro. Di spot bertuliskan Jl. Malioboro terlihat banyak yang sengaja
mengabadikan momennya di kota ini. Mereka saling bergantian untuk berfoto.
Kemudian saya kembali ke hotel untuk beristirahat.
Rumah Abdi Dalem |
Di dalam toko Batik Tirto Noto |
Halaman Keraton |
Alat musik di Keraton |
Bank Indonesia |
Benteng Vredeburg |
Monumen Serangan Umum Maret |
Pasar Beringharjo |
Istana Air di Taman Sari |
Penjual Batik di Malioboro |
Gudeg di Lesehan Malioboro |
Goreng burung dara di Lesehan Malioboro |
Teks & foto: Riman Saputra N
Ini pak Suhardi pelukis yg di taman sari?
BalasHapusSaya beli lukisan kereta kencana nya, katanya jodoh sama lukisannya, banyak org kesana niat mau beli tapi lagi gk ada lukisannya. Nggk tiap hari pak hardi bikin lukisan itu, harus ijin dulu sama Sri Sultan katanya.
Betul hanya hari2 dan tanggal tertentu saja beliau bisa di ijinken untuk melukisnya
BalasHapusAlhamdulillah. . Kemarin saia ketemu beliau.. Dan tidak tau sebetulnya pak HR .Suhardi, pas ketemu saia ditawarin lukisan kereta kencana ... Alhamdulillah saia mendapatkan nya.. Lukisan itu
BalasHapusAlhamdulillah Saya juga dapet barusan, pas sateng langsung ditawarin, katanya ga bisa dipesan, si mbahnya mesti puasa sama ijin dari sultan
BalasHapusAlhamdulillah saya berjodoh dengan lukisan kereta kencana nya pak suhardi sudah saya bingkai dan dipajang
BalasHapusAlhamdulillah saya berjodoh dengan lukisan kereta kencana nya dan sekarang sudah saya bingkai dan di pajang sangat bagus sekali makasih pak suhardi anda emang the best
BalasHapusKontak yg diberikan kesaya hilang kalo boleh saya minta lagi no hp nya 🙏🙏🙏🙏