MENGURAI PERADABAN MASA LALU BATAK
Pulau
Samosir tidak hanya menawarkan keindahan alamnya saja, tetapi sumber sejarah
Batak dan artefak kuno masih banyak ditemui di sini. Huta Siallagan dengan batu
kursinya, merupakan salah satu peninggalan sejarah terdapatnya hukum Batak.
Tembok batu setinggi 1,5 hingga 2 meter tersusun rapi mengelilingi
Huta Siallagan dengan luas sekitar 2.400 m2 yang terletak di Desa Ambarita,
Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir.
Plang bertuliskan selamat datang di Objek Wisata Budaya Batu Kursi
Raja Siallagan, menyambut kedatangan pengunjung yang dilanjutkan gapura Huta
Siallagan. Tidak ketinggalan, patung hulubalang yang diyakini sebagai penjaga dan
mengusir roh jahat yang ingin masuk juga turut menyambut.
Huta Siallagan dibangun pada masa Raja Huta Pertama dan
Laga Siallagan, yang diabadikan pada sebuah tugu. Kemudian diwariskan kepada
Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang
Siallagan. Sejak dahulu, huta ini dihuni marga Siallagan, yaitu turunan
Raja Naiambaton garis keturunan Raja Isumbaon anak kedua Raja Batak.
Rumah Adat Tanpa Paku
|
Alat-alat dapur |
Saat memasuki Huta Siallagan, delapan buah ruma bolon dan sopo
berderet di sisi kiri. Rumah-rumah adat Batak beratap kerucut dengan ujung
bagian belakang lebih tinggi menjulang dari pada ujung bagian depan. Rumah
berlantaikan kayu tanpa paku ini berdiri di atas tiang-tiang kokoh dengan
ruangan bawah (bara), dibiarkan
terbuka yang biasanya digunakan untuk hewan peliharaan.
Pada bagian depan rumah adat Batak dihiasi Gorga, yaitu ukiran khas Batak
yang terdiri dari tiga warna, putih melambangkan Yang Maha Kuasa,
merah melambangkan manusia, dan hitam melambangkan kegelapan. Selain
itu, ornamen cicak dan payudara sebanyak empat buah banyak menghiasi rumah Batak. Cicak merupakan simbol bahwa
orang Batak bisa hidup di mana saja, sedangkan payudara melambangkan kesuburan
dan kekayaan yang biasanya ditempatkan pada rumah raja atau rumah orang
dermawan.
|
Alat tenun tradisional |
Untuk masuk ke dalam rumah adat Batak harus melalui tangga yang pendek
dan sempit di bagian tengah dengan maksud bahwa sebagai tamu kita harus sopan dan
hormat pada pemilik rumah. Tidak semua rumah dapat dimasuki sembarang orang.
Saya masuk salah satu rumah yang dijadikan museum. Kain ulos dipasang
berjajar di dalamnya. Alat tenun tradisional dan alat-alat dapur yang masih
terbuat dari batu dapat dilihat di sini.
Sehabis disuguhi rumah-rumah adat Batak, di tengah Huta Siallagan
tumbuh Hau Habonaran (pohon kebenaran, pohon keadilan) yang awalnya disebut Hau
Hangoluan (pohon kehidupan). Pohon tersebut ditanam sebelum membangun huta atau kampung, yaitu sebuah kelompok rumah yang
berdiri di atas tanah satu kawasan yang dihuni oleh beberapa keluarga yang
terikat dalam satu kerabat. Saat itu tetua masyarakat berdoa bila kelak
pohon yang ditanam tumbuh subur, berarti ada kehidupan. Maka wilayah
tersebut
yang akan dijadikan huta.
Hukum Batak Batu Kursi Persidangan
|
Batu Persidangan |
Di bawah pohon Hau Habonaran, terdapat batu kursi persidangan. Deretan
batu-batu berbentuk kursi mengelilingi sebuah meja batu. Di sini merupakan tempat
pertemuan raja dan tetua adat membicarakan berbagai peristiwa kehidupan warga
Huta Siallagan dan sekitarnya. Selain itu, tempat ini juga menjadi tempat
persidangan atau mengadili perkara kejahatan.
|
Hau Habonaran |
Menurut penjelasan pemandu kami, batu kursi persidangan ini terdiri
dari kursi raja dan permaisuri, kursi para tetua adat, kursi raja dari huta
tetangga, para undangan, dan juga datu
(dukun). Di tempat inilah diputuskan peraturan dan hukum bagi masyarakat.
Batu kursi persidangan juga digunakan untuk menetapkan hukuman bagi
orang-orang yang melakukan tindakan kriminal seperti pembunuhan, pencurian, dan
pemerkosaan. Setelah melakukan investigasi dan interogasi kepada terdakwa, maka
para tetua adat dan raja dari huta tetangga memberikan usulan jenis hukuman
yang harus diberikan. Raja Siallagan kemudian akan menetapkan hukumannya yakni
hukuman denda, penjara (pasung), atau hukuman mati tergantung tingkat kesalahannya.
Nah, untuk hukuman mati dilakukan di batu kursi eksekusi. Tidak jauh
dari tempat persidangan, melewati jalan kecil bersisikan tembok dengan beberapa
relief berbentuk muka manusia. Menurut pemandu, relief ini fungsinya seperti cctv zaman sekarang.
Di batu kursi eksekusi terdapat kursi untuk raja, para penasehat,
tokoh adat, dan masyarakat yang ingin menyaksikan hukuman mati. Kemudian
pemandu kami memeragakan proses eksekusi dengan membawa replika pedang,
tongkat, buku pustalak berisi mantra, dan kalender Batak.
|
Batu Eksekusi |
Batu kursi sebagai tempat persidangan dan eksekusi merupakan salah
satu bukti peninggalan sejarah terdapatnya hukum Batak di Huta Siallagan yang
ditempatkan pada dua lokasi sesuai aturan dan fungsinya yang berbeda. Selain menjadi bukti sejarah, tentu saja situs sejarah
ini wajib dilestarikan sehingga tetap menjadi daya tarik setiap wisatawan untuk
mengunjunginya.
|
Pangulubalang |
|
Alat dapur |
|
Ornamen cicak dan payudara |
|
Gorga |
|
Hau habonaran |
|
Batu Persidangan |
|
Tempat pemasungan |
|
CCTV |
|
Tugu Rajalaga Siallagan |
|
Peragaan eksekusi |
|
Peragaan eksekusi |
|
Peragaan eksekusi |
|
Kalender dan kitab |
|
Kitab |
|
Suvenir |
|
Suvenir |
Teks & Foto: Riman Saputra N
ehee e Nice
BalasHapus